Rabu, 13 Februari 2013

Perkawinan Islam (makalah)




BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1       LATAR BELAKANG
Perkawinan adalah fit-rah setiap manusia. Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang berpasang-pasangan. Setiap jenis membutuhkan pasangannya. Lelaki membutuhkan wanita dan sebaliknya wanita juga membutuhkan lelaki. Islam diturunkan oleh Allah untuk menata hubungan itu agar menghasilkan sesuatu yang positif bagi umat manusia dan tidak membiarkannya berjalan semaunya saja sehingga manjadi penyebab bencana.
Dalam pandangan Islam, perkawinan adalah akad yang diberkahi, dimana seorang lelaki menjadi halal bagi seorang wanita. Mereka memulai perjalanan
berumah tangga yang panjang dengan saling cinta, tolong-menolong, dan toleransi. Al-Qur’an menggambarkan hubungan yang sah itu dengan suasana yang menyejukkan, akrab, mesra, kepedulian yang tinggi, saling percaya, pengertian dan penuh dengan kasih sayang. Firman-Nya: “Dan diantara tanda-tandanya, bahwa Dia menciptakan untuk kamu dari dirimu istri-istri, agar kamu menjadi tenang dengannya, dan menjadikan antara kamu kemesraan dan kasih sayang. Sungguh demikian menjadi tanda bagi kaum yang berfikir” (Al-Rum 21). Jadi dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan perkawinan itu adalah untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup, karena iklim dalam rumah tangga  yang penuh kasih sayang dan mesra.
Proses pembangunan perkawinan yang sakinah dan bahagia sering tidak semulus yang dibayangkan oleh kebanyakan pasangan. Mula-mula hubungan pasangan bisa saja terasa menggairahkan, meyakinkan dan menyenangkan, namun selama pasangan itu melewati masa pacaran dan memasuki masa perkawinan, hubungan perkawinan dengan sendirinya menuntut agar pasangan suami-istri memiliki  kekuatan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkawinan yang bahagia. Perkawinan menunjukkan sejauh mana pasangan mampu merundingkan berbagai hal dan seberapa terampil pasangan suami-istri itu mampu menyelesaikan konflik.
Dengan begitu sepasang suami-istri akan menyadari bahwa hal-hal yang
berjalan dengan baik pada tahap-tahap awal perkawinan mungkin tidak dapat berfungsi sebaik pada tahap-tahap berikutnya, yakni ketika pasangan suami-istri
menumbuhkan dan mengembangkan keterampialan baru dalam hal hubungan. Sepanjang hidup perkawinan semua pasangan akan menghadapi tekanan-tekanan
yang baru. Tekanan-tekanan tersebut bisa berasal dari luar perkawinan, bisa juga berasal dari dalam perkawinan itu sendiri, atau bahkan dari hal-hal yang sudah lama terpendam jauh di dalam diri masing-masing pasangan.
1. 2       PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbullah permasalahan sebagai berikut:
·      Bagaimana kedudukan perkawinan dalam islam?
·      Mengapa masalah perkawinan sulit untuk diselesaikan?
·      Bagaimana tata cara perkawinan dalam islam?
1. 3       TUJUAN
·       Mempelajari dan memahami pengertian perkawinan islam dan kedudukan perkawinan dalam islam.
·      Mempelajari tata cara perkawinan dalam islam dan mengetahui sebab  gagalnya suatu perkawinan dalam membina rumah tangga.
1. 4       KERANGKA TEORITIK
·      Kerangka teoritik yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah back note.
1. 5       METODE PENULISAN
·      Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode normatif.





BAB II
HUKUM PERKAWINAN ISLAM
2. 1       PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk Allah, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Semua yang diciptakan oleh Allah adalah berpasang-pasangan dan berjodoh-jodohan, sebagaimana berlaku pada mahluk yang paling sempurna, yakni manusia. Dalam surat Al-Dz’ariya’t ayat 49 disebutkan: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.
Manusia tidak seperti binatang yang melakukan perkawinan dengan bebas dan sekehendak hawa nafsunya. Bagi binatang, perkawinan hanya semata-mata merupakan kebutuhan birahi dan nafsu syahwatnya, sedangkan bagi manusia perkawinan diatur oleh berbagai etika dan peraturan lainya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berakhlak. Oleh karena itu perkawinan manusia harus mengikuti peraturan yang berlaku.
Tanpa perkawinan, manusia tidak dapat melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan manusia disebabkan oleh adanya perkawinan. Akan tetapi jika perkawinan manusia tidak didasarkan pada hukum Allah, sejarah dan peradaban manusia akan hancur oleh bentuk-bentuk perzinaan, sehingga manusia tidak berbeda dengan binatang yang tidak berakal dan hanya mementingkan hawa nafsunya.
Ada beberapa pengertian perkawinan antara lain:
1.    Menurut Undang-undang NO. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada BAB I DASAR PEWRKAWINAN pasal 1 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa (Anonimous, 2004:8).
2.    Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 menegaskan bahwa:
Kawin/nikah adalah akad yang sangat kuat (misapon horizon) untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah.
3.    Menurut pasal 26 BW, undang-undang disana  ditegaskan bahwa perkawinan dipandang sebagai hubungan keperdataan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
4.    Menurut pasal 116 Decleration of human rights menyatakan dalam melangsungkan perkawinan tidak memandang suku, agama, ras, warna kulit, maupun kewarganegaraan.
5.    Menurut hukum adat, perkawinan itu merupakan suatu peristiwa paling
penting dalam kehidupan selain kelahiran dan kematian dimana pelak-
sanaannya tidak hanya melibatkan mempelai laki-laki, perempuan, dan keluarga bahkan melibatkan roh nenek moyang.
Perkawinan bukan hanya mempersatukan dua pasangan manusia, yakni laki-laki dan perempuan, melainkan mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah bahwa kedua mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram, dan dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Untuk menegakkan cita-cita kehidupan keluarga tersebut, perkawinan tidak cukup hanya bersandar pada ajaran-ajaran Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sifatnya global. Akan tetapi, perkawinan berkaitan pula pada hukum suatu negara. Perkawinan baru dinyatakan sah jika menurut hukum Allah dan hukum negara telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.

2. 2       KEDUDUKAN  PERKAWINAN  DALAM  ISLAM
·           Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga boleh menjatuhkan kelembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu, disini mampu yang dimaksud adalah ia mampu membayar mahar (mas perkawinan/dower) dan mampu nafkah kepada bakal istrinya. Dalam masa ini boleh didahulukan perkawinan dari naik haji karena gusar penzinaan akan berlaku, tetapi jika dapat dikawal nafsu, maka ibadat haji yang perlu didahulukan, karena beliau seorang yang berkemampuan dalam segala aspek.
·           Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
·           Harus kepada orang yang tidak ada padanya galakan dan bantahan untuk berkawin dan ini merupakan hukum asal perkawinan.
·           Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekedar tidak memberikan kemudaratan bagi istri, sama ada ia kaya atau tiada nafsu yang kuat.
·           Haram kepada orang yang tidak berkemampuan untuk memberikan nafkah
batin dan lahir, dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan. untuk berkawin serta akan menganiaya istri jika dia berkawin.

2. 3       MASALAH  PERKAWINAN
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
·         Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
·         Perbedaan watak.
·         Temperamen dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara  suami dan istri.
·         Ketidakpuasan dalam hubungan seks.
·         Kejenuhan rutinitas.
·         Hubungan antara keluarga besar yang kurang baik.
·         Adanya istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
·         Masalah harta warisan.
·         Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
·         Domonasi dan intervensi orang tua atau mertua.
·         Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan perceraian.
2. 4       TATA  CARA  PERKAWINAN  DALAM  ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih:
1.        Mengenal pasangan, dalam mengenal pasangan muslim dan muslimin harus memperhatikan bibit, bebet dan bobot yang akan dipinang.
2.        Khitbah (peminangan), seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena memungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq’allaihi ).
3.        Pertunangan yakni masa selesai peminangan menuju akad nikah, laki-laki dan perempuan belum diizinkan berhubungan layaknya suami-istri.
4.        Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 (wajib melepor ke KUA sebelum menikah yakni 10 hari sebelum hari H).


5.        Akad nikah.
Dalam akad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi;
·           Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
·           Adanya Ijab Qabul.
                         Syarat Ijab:
        Pernikahan nikah hendaklah tepat.
        Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran.
        Diucapkan oleh wali atau wakilnya.
        Tidak diikatkan dalam waktu tempoh, seperti  muta’ah.
        Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu Ijab dilafazkan). Contoh bacaan Ijab: wali/wakil, wali berkata kepada calon suami “Aku nikahkan/kawinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan  mas kawinnya/bayaran perkawinannya sebanyak Rp 300.000 tunai”.
Syarat qabul:
        Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan Ijab.
        Tiada perkataan sindiran.
        Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu).
        Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti muta’ah (nikah kontrak).
        Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan ).
        Menyebut nama calon istri.
        Tidak diselingi dengan perkataan lain.Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh calon suami): “Aku terima      nikah/perkawinanku dengan Delia binti Munif dengan mas kawinnya/bayaran perkawinnanya sebanyak Rp 300.000 tunai” atau “ Aku terima Delia binti Munif sebagai istriku”.

·           Adanya mahar
Mahar atau diistilahkan dengan mas kawin adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang istri dan tidak boleh seorangpun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya. Allah berfirman: “Dan berikanlah mahar (mas kawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan”.
·           Adanya wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita, dan orang yang paling berhak menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan
cucunya, kemudian saudara seayah seibu, saudara seayah dan paman.
Ibnu baththal rahimahulaah berkata, Mereka para ulama ikhtilaf
tentang wali. Jumhur ulama diantaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri,
al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata: “Wali dalam pernikahan adalah ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali”.
·           Adanya saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi;
        Islam.
        Sekurang-kurangnya dua orang.
        Berakal dan baligh.
        laki-laki.
        Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul.
        Bisa mendengar, melihat dan berbicara.
        Merdeka.
        Adil (tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil).


6.        Walimatul usri.
Walimatul usri hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ,allaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.



























BAB III
PENUTUP
3. 1       KESIMPULAN
·           Dalam pandangan Islam, perkawinan adalah akad yang diberkahi, dimana seorang lelaki menjadi halal bagi seorang wanita. Mereka memulai perjalanan berumah tangga yang panjang dengan saling cinta, tolong-menolong, dan toleransi.
·           Kedudukan perkawinan dalam islam adalah:
1.      Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga boleh menjatuhkan kelembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu, disini mampu yang dimaksud adalah ia mampu membayar mahar (mas perkawinan/dower) dan mampu nafkah kepada bakal istrinya.
2.      Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
3.      Harus kepada orang yang tidak ada padanya galakan dan bantahan untuk berkawin dan ini merupakan hukum asal perkawinan.
4.      Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir.
5.      Haram kepada orang yang tidak berkemampuan untuk memberikan nafkah batin dan lahir, dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan untuk berkawin serta akan menganiaya istri jika dia berkawin.
·           Salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan
perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar  individu. Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan selasai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang. Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu yang lama.
·           Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih:
1.      Mengenal pasangan.
2.      Khitbah ( peminangan ).
3.      Pertunangan.
4.      Wajib melepor ke KUA sebelum menikah yakni 10 hari sebelum hari H.
5.      Akad nikah.
6.      Walimatul usri..
3. 2       SARAN
·        Dalam memilih pasangan, seorang laki-laki harus mengetahui kelemahan dan kelebihan yang akan dipinang, begitu juga dengan wanita, sehingga  setelah menjalankan keluarga sebagai suami-istri bisa saling melengkapi satu sama lain dan tidak heran apabila kelemahan muncul secara tiba-tiba.
·        Apabila terjadi kesalahpahaman antara suami dan istri sebaiknya mau tak mau harus diselesaikan secepat mungkin sehingga masalah tidak berlaru-larut dan dapat menimbulkan disskomunikasi antara suami dan istri yang akan memicu terjadinya perceraian.








                                  








DAFTAR PUSTAKA

Arifandi, Denis Pakih Sati. 2011. Seluk Beluk Seputar Pernikahan. Artikel (Tersedia online di http://media.kompasiana.com/buku/2011/05/14/seluk-beluk-seputar-pernikahan/ diakses pada tanggal 16 Mei 2011).

Khalifah’s. 2010. Perkawinan Menurut Hukum Islam. Makalah (Tersedia online di http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-islam.html diakses pada tanggal 16 Mei 2011).

Miftachr, 2010. Pengertian Munakahat Pernikahan, Artikel, (Tersedia online di http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/ diakses pada tanggal 16 Mei 2011).
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang. Bandung. Pustaka setia.
Qadir, Abdul Jawas. 2007. Pernikahan Adalah Fitrah Bagi Manusia. Artikel (Tersedia online di http://www.slideshare.net/zamilah/pernikahan-adalah-fitrah-bagi-manusia diakses pada tanggal 16 Mei 2011).
Wikipedia. 2011. Pernikahan dalam Islam. Artikel (Tersedia online di http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan diakses pada tanggal 16 Mei 2011).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar