Rabu, 13 Februari 2013

KOMPARASI UU NO. 3 TAHUN 1971 DENGAN UU NO. 31 TAHUN 1999 YANG DIUBAH DAN DITAMBAH DENGAN UU NO. 20 TAHUN 2001



KOMPARASI UU NO. 3 TAHUN 1971 DENGAN UU NO. 31 TAHUN 1999
YANG DIUBAH DAN DITAMBAH
DENGAN UU NO. 20 TAHUN 2001

No.
A. Perubahan perumusan.
Keterangan
1.
Kata ”langsung atau  tidak langsung” dalam pasal 1 ayat 1 UU PTPK tahun 1971 (dihapus)
  • Pertimbangannya jika dipakai akibat ”tidak langsung” sama halnya menganut teory von- Buri yang menyatakan bahwa semua sebab atau faktor terjadinya akibat adalah sebab, sementara teory von- Bury tidak dapat ditetapkan.
  • Indonesia sendiri dalam hukum kausalitas hanya menganut akibat langsung.
  • Teori yang dianut di Indonesia  dan Belanda ialah Von Kries , yang menyatakan yang menjadi sebab adalah yang seimbang dengan akibat.
2.
Kata ”atau patut diketahui…” dalam pasal 1 ayat 1 sub a UU PTPK 1971 kemudian menjadi pasal 2 UU PTPK 1999 (dihapus)
  • Kata – kata ”atau dapat diketahui …”berarti culpa yang berarti kerugian negara yang timbul dapat terjadi karena kelalaian. Dengan dihapuskannya kata- kata ”atau patut diketahui…”, berarti kerugian negara yang terjadi harus dilakukan dengan sengaja.
3.
Delik materiel pada pasal 1 ayat 1 sub a berubah menjadi delik formel pada pasal 2 UU PTPK 1999 dengan disisipkannya kata ”dapat” merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
  • Dengan disisipkannya kata ”dapat” sehingga perbuatan yang ”dapat” atau mungkin menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara inti delik sudah terpenuhi;
  • Untuk mempermudah pembuktian.

No.
B. Perubahan ancaman pidana
Uraian / analisis
1.
Ancaman pidana yang seragam dalamn UU PTPK 1971
  • Semua jenis delik baik yang bobotnya lebih ringan termasuk delik berkualifikasi diancam dengan pidana yang sama, yaitu pidana penjara maksimum seumur hidup dan / atau denda maksimum 30 juta rupiah.
2.
Pembedaan ancaman pidana dalam UU PTPK 1999
  • Diadakan pembedaan ancaman pidana baik penjara maupun denda sesuai dengan bobot delik termasuk kualifikasinya.
  • Dalam ”keadaan tertentu” dapat dijatuhi pidana mati ( ayat 2)
3.
Pasal 3 UU PTPK 2001
  • Berasal dari pasal 1 ayat 1 sub b UU PTPK 1971, ancaman pidananya masih tetap sama, yaitu maksimum penjara seumur hidup, tetapi dendanya (dan/ atau) naik menjadi satu miliar rupiah.
4.
Pasal 5 UU PTPK 2001
  • Rumusannya diadopsi dari pasal 209 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya (dan/atau) masih menjadi 250 juta rupiah.
5.
Pasal 6 UU PTPK 2001
  • Rumusannya diadopsi dari pasal 210 KUHP (menyuap hakim);
  • Pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima belas tahun, tetapi dendanya (dan/atau)  naik menjadi 750 juta rupiah.
6.
Pasal 7 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 387 dan 388 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum tujuh tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 350 juta rupiah.
7.
Pasal 8 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 415 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima belas tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 750 juta rupiah.
8.
Pasal 9 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 416 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 250 juta rupiah.
9.
Pasal 10 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 417 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum tujuh tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 350 juta rupiah.
10.
Pasal 11 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 418 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 250 juta rupiah.
11.
Pasal 12 UU PTPK 2001
  • Rumusan deliknya diadopsi dari pasal 419, 420, 423, 425, DAN 435 KUHP;
  • Ancaman pidana penjaranya tetap maksimum seumur hidup, tetapi dendanya naik menjadi maksimum satu miliar  rupiah.

No.
C. Ancaman minimum khusus diperkenalkan
Uraian / analisis
1.
  • KUHP tidak mengenal minimum khusus;
  • UU PTPK 1999 memperkenalkan minimum khusus, baik pidana penjara maupun pidana denda
  • Pasal 2: minimum pidana penjara 4 tahun dan denda minimum 200 juta rupiah.
  • Pasal 3: minimum pidana penjara satu tahun dan/atau denda minimum 50 juta rupiah.
  • Pasal 5 (ex pasal 209 KUHP) : minimum pidana penjara satu tahun dan/atau denda minimum 50 juta rupiah.
  • Pasal 6 (ex pasal 210 KUHP) : minimum pidana penjara tiga tahun dan/atau denda minimum 150 juta rupiah.
  • Pasal 7 (ex pasal 387 dan 388 KUHP) : minimum pidana penjara dua tahun dan/atau denda minimum 100 juta rupiah.
  • Pasal 8 (ex pasal 415 KUHP) : minimum pidana penjara dua tahun dan/atau denda minimum 100 juta rupiah.
  • Pasal 9 (ex pasal 416 KUHP) : minimum pidana penjara satu tahun dan/atau denda minimum 50 juta rupiah.
  • Pasal 10 (ex pasal 417 KUHP) : minimum pidana penjara dua tahun dan/atau denda minimum 100 juta rupiah.
  • Pasal 11 (ex pasal 418 KUHP) : minimum pidana penjara satu tahun dan/atau denda minimum 50 juta rupiah.
  • Pasal 12 (ex pasal 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP) : minimum pidana penjara empat tahun dan/atau denda minimum 200  juta rupiah.
  • Pasal 13 (ex pasal 1 ayat (1) sub d UU PTPK 1971)  minimum pidana penjara dan/atau dendanya tidak ada.
Pembuat RUU PTPK 1999 menilai satu tahun pidana penjara setara  50 juta rupiah denda.

Perubahan UU PTPK 1999 oleh pembuat RUU PTPK 2001
  • Menghapus pidana minimum khusus baik penjara maupun denda delik yang berasal dari KUHP karena tidak logis dan tidak adil.
  • Karena hampir semua semua anggota DPR dalam pansus menolak untuk menghapus minimum khusus maka dibuat kompromi dengan pemerintah diatur dalam pasal 12 A ayat (1) bahwa  ketentuan mengenai penjara dan denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari lima juta rupiah.
  • Pasal 12 A ayat (2) ditentukan ancaman pidana secara khusus untuk delik korupsi yang nilainya kurang dari lima juta rupiah, dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan pidana denda paling banyak

Pendapat Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah :
  • Rumusan pasal pasal 12 A ayat (2) adalah keliru besar karena dikatakan dan denda, jadi kumulatif, sedangkan pada umumnya delik tersebut pada pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 itu tertulis dan/atau  denda.
  • Kekeliruan pembuat UU PTPK 1971 yang menyamakan semua ancaman pidana untuk semua delik korupsi, padahal bobotnya tidak sama.

No.
D. Pengertian pegawai negeri diperluas
Uraian/analisis
1.
Pasal 1 UU PTPK 1999 memperluas pengertian  pegawai negeri.
  • Menurut pasal 1 butir 2 UU PTPK 1999 pegawai negeri meliputi :
  1. pegawai negeri sebagai mana dimaksud UU Kepegawaian;
  2.  pegawai negeri sebagai mana dimaksud KUHP;
  3. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
  4. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan keuangan negara atau daerah; atau
  5. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
  • Jika dibandingkan dengan rumusan pegawai negeri dalam UU PTPK 1971, sampai huruf d masih sama, sedangkan yang bertambah ialah yang tersebut pada huruf sehingga sangat luas karena termasuk ”korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
2.
Ketidakkonsistenan UU PTPK 2001.
  • UU PTPK 2001 menambah pengertian orang yang menerima suap, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang dalam pengertian pegawai negeri diperluas pasti termasuk penyelenggara negara dalam rumusan pasal 1 butir 2 khususnya huruf c.

No.
E. Penambahan pidana tambahan.
Uraian / analisis
1.
Pidana tambahan dalam UU PTPK 1971 ditambah dalam pasal 18 UU PTPK 1999 khususnya huruf a, b,dan d.
  • Pidana tambahan dalam pasal 18 UU PTPK 1999 :
  1. perampasan barang bergerak yang berwujud atau barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau diperoleh dari tindak pidana korupsi,termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilaksanakan, begitu pula halnya dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
  2. sama dengan UU PTPK 1971, yaitu uang pengganti;
  3. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu tahun;
  4. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan pemerintah kepada terpidana.
2.
Sanksi jika uang pengganti tidak dibayar.
  • Dalam UU PTPK 1971 tidak ada sanksi jika uang pengganti tidak dibayar, sehingga pasal 18 ayat 2 dan 3 UU PTPK 1999 dicantumkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar