BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak pidana adalah suatu kejatahatan yang semuanya itu
telah diatur dalam undang-undang dan begitu pula KUHP, mengenai tindak pidana
yang kami bahas dalam makalah ini adalah tindak pidana terhadap tubuh yang bisa
disebut juga sebagai penganiayaan. Banyak beberapa model dan macam penganiayaan
telah dilakukan dikalangan masyarakat sehingga dapat menimbulkan kematian. dalam
KUHP itu sendiri telah menjelaskan dan mengatur tentang macam-macam dari
penganiayaan beserta akibat hukum apabila melakukan pelanggaran tersebut, pasal
yang menjelaskan tentang masalah penganiayaan ini sebagian besar adalah pasal
351 sampai dengan pasal 355, dan masih banyak pula pasal-pasal lain yang
berhubungan dengan pasal tersebut yang menjelaskan tetang penganiayaan. Disini
pemulis akan menjelaskan tentang pengertian dari penganiaan tersebut, sedangkan
penganiayaan itu sendiri yang kami ketahui, penganiaan biasa, penganiayaan
ringan, penganiayaa berencana, penganiayaan berat, penganiyaan berat berencana,
dari sini kami akan mencoba membahasnya satu persatu. Yang akan di terang kan
dalam makalah ini.
Manusia berjalan di
kehidupan dunia ini, sejak awal penciptaan dalam dirinya terdapat kepribadian
yang beragam dan dikendalikan oleh kecenderungan naluri yang berbeda pula.
Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang dengan sendirinya.
Ia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya, dalam menyempurnakan sebab-sebab hidupnya yang tidak dapat
dilakukan oleh tangan dan pengetahuannya, serta bahan yang tidak dapat dibawa
oleh kekuatannya. Dengan ini, kehidupan manusia adalah kehidupan kelompok,
dalam setiap individu dari kelompok itu saling membutuhkan dalam membangun
masyarakat, dan saling mengatur semua kesulitan agar menjadi kehidupan yang
damai.
Manusia adalah makhluk bermasyarakat, yang
oleh Aristoteles disebut dengan zoon politicon. Setiap manusia mempunyai
cita-cita, keinginan, kebutuhan, alam pikiran serta usaha-usaha. Manusia
mempunyai seuntai rangkaian kepentingan kebutuhan hidup.
Kepentingan-kepentingan seseorang dapat berkaitan sangat erat dengan
kepentingan orang lainnya. Adakalanya kepentingan itu bersifat saling
menjatuhkan, tetapi dapat pula sama antara manusia pemikul berbagai kepentingan
itu. Setiap anggota masyarakat mempertahankan kepentingan-kepentingan sendiri, sehingga
dapatlah timbul pertentangan sesama mereka. Hal yang demikian sangat
membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat itu sendiri. Jika
tidak diatur, niscaya akan terjadi “homo homini lupus”.
Meskipun setiap
individu dalam sebuah masyarakat tertentu memiliki kepentingan yang
berbeda-beda, akan tetapi mereka tetap tidak menginginkan terjadinya bentrokan
(chaos) antara sesama anggota masyarakat, mereka tentu menginginkan
sebuah kedamaian yang memungkinkan keinginan-keinginan mereka itu terwujud.
Dalam hal hidup bermasyarakat, berpuncak pada suatu organisasi negara yang
merdeka, maka tertib bermasyarakat dipedomani oleh dasar negara tersebut.
Apabila hal ini kita tinjau dari segi hukum, maka tertib bermasyarakat yang
berupa tertib hukum, haruslah didasarkan pada Undang-Undang Dasar negara
tersebut.
Terwujudnya
stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya
sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht)
dan peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota
masyarakat agar taat dan mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada
dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan
dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai reaksi
terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan
hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat,
untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan
diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Sebuah peraturan
hukum ada karena adanya sebuah masyarakat (ubi-ius ubi-societas). Hukum
menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu
mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat.
Di negara Indonesia,
hukum terbagi atas beberapa bagian. Menurut isinya, hukum terdiri dari hukum
privat dan hukum publik. Inisiatif pelaksanaan hukum privat diserahkan kepada
masing-masing pihak yang berkepentingan. Kedudukan antara individu adalah
horizontal. Sedangkan inisiatif pelaksanaan hukum publik diserahkan kepada
negara atau pemerintah yang diwakilkan kepada jaksa beserta perangkatnya.
Kemudian ditinjau
dari fungsinya, hukum dibagi atas hukum perdata, hukum dagang dan hukum pidana.
Masing-masing memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda, sebagai contoh,
hukum pidana berfungsi untuk menjaga agar ketentuan-ketentuan hukum yang
terdapat dalam hukum perdata, dagang, adat dan tata negara ditaati sepenuhnya.
Delik penganiayaan merupakan salah satu bidang garapan dari hukum pidana.
Penganiayaan oleh KUHP secara umum diartikan sebagai tindak pidana terhadap
tubuh.
Semua tindak pidana
yang diatur dalam KUHP ditentukan pula ancaman pidanya. Demikian juga pada
delik penganiayaan serta delik pembunuhan. Kedua delik ini ancaman pidananya
mengacu pada KUHP buku I bab II tentang pidana, terutama pada pasal 10. Di
dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pidana terdiri dari dua macam, yaitu
pidana pokok dan pidana tambahan, untuk delik penganiayaan serta pembunuhan
lebih mengarah kepada pidana pokok yang terdiri atas pidana mati, pidana penjara,
kurungan dan denda.
Ketentuan-ketentuan
hukum yang ada,pada hukum pidana positif yang telah disebutkan di atas menjadi
menarik untuk dibahas ketika dihadapkan pada suatu kasus yang menuntut adanya
penyelesaian, dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang
menyebabkan matinya janin.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang yang telah penyusun
uraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang menjadi
perhatian dalam penyusunan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimana perspektif hukum pidana positif tentang delik penganiayaan serta
pembunuhan ?
2. Bagaimana ketentuan hukum pidana tersebut dalam menangani
matinya janin
yang ada dalam
kandungan akibat penganiayaan ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan pada rumusan
masalah di atas, maka tujuan dan kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah:
1. Tujuan.
a. Untuk mengetahui
ketetapan-ketetapan dari hukum pidana positif tentang delik
penganiayaan dan delik pembunuhan.
penganiayaan dan delik pembunuhan.
b. Untuk menjelaskan
ketentuan dari hukum pidan tersebut bagi pelaku
penganiayaan yang mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan.
penganiayaan yang mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan.
2. Kegunaan.
Kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan
kontribusi pemikiran terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum
dengan mencoba lebih mengetahui hukum pidana positif mengenai delik
penganiayaan serta delik pembunuhan.
1.4 Kerangka Teoritik
Ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan
(norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini
dikeluarkan oleh Pemerintah. Meskipun peraturan-peraturan telah dikeluarkan,
masih ada saja yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal
penganiayaan, yaitu tindak pidana terhadap tubuh dan yang bertentangan dengan
hukum (KUHP Pasal 351-358). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman
yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu. Segala
peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredinger), kejahatan (misdrijven),
dan sebagainya, diatur oleh Hukum Pidana (strafrecht) dan dimuat dalam
satu kitab undang-undang yang disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek
van Strafrecht) yang disingkat KUHP (WvS).
Penganiayaan dalam KUHP tidak
dirumuskan elemen-elemen atau unsur-unsurnya, melainkan hanya menyebutkan
qualifikasinya atau nama deliknya saja, yaitu penganiayaan (mishandeling)
dipidana, dan seterunya. Menurut Doctrine (ilmu pengetahuan),
penganiayaan diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain. Sedangkan menurut
penafsiran dari H.R. (Hoge Raad) penganiayaan adalah setiap perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada
orang lain, dan semata-mata menjadi tujuan dari orang itu dan perbuatan tadi
tidak boleh merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang
diperkenankan.
Penganiayaan yang diatur dalam KUHP terdiri dari :
1. Penganiayaan yang berdasarkan pada Pasal 351 KUHP yang
dirinci atas :
a. Penganiayaan biasa
b. Penganiayaan yang
mengakibatkan luka berat
c. Penganiayaan yang
mengakibatkan orangnya mati
2. Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP
3. Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP,
dengan rincian sebagai
berikut :
berikut :
a. Mengakibatkan luka berat
b. Mengakibatkan orangnya
mati
4. Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan
rincian sebagai berikut:
a. Mengakibatkan luka berat
b. Mengakibatkan orangnya mati
5. Penganiayaan berat dan berencana yang diatur oleh Pasal
355 KUHP dengan rincian
sebagai berikut :
sebagai berikut :
a. Penganiayaan berat dan
berencana
b. Penganiayaan berat dan
berencana yang mengakibatkan orangnya mati.[29]
Selain delik penganiayaan, KUHP juga menagatur delik
pembunuhan yang terdapat dalam Buku II Bab XIX tentang kejahatan terhadap jiwa
manusia, kemudian yang berkaitan dengan pembunuhan terhadap janin dirinci
sebagai :
1. Pembunuhan terhadap bayi (kinder doodlog)
2. Pembunuhan terhadap bayi dengan rencana terlebih dahulu (kinder
moord)
3. Kejahatan terhadap bayi yang baru saja dilahirkan atau
belum beberapa lama setelah
dilahirkan
4. Kejahatan terhadap jiwa anak yang masih berada dalam
kandungan (abortus)
5. Pengguguran yang dilakukan oleh ibu kandung sendiri
6. Pengguguran oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu
7. Pengguguran oleh orang lain dengan persetujuan si ibu
8. Pengguguran yang dilakukan oleh dokter, bidan atau juru
obat.
Sanksi dari tindak
pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP, yaitu sebagai berikut :
1. Pidana Pokok, terdiri dari :
a. Pidana mati,
b. Pidana penjara,
c. Kurungan,
d. Denda
e. Pidana tutupan
(berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita Negara RI tahun kedua
No. 24 tanggal 1 dan 15 November 1946).
2. Pidana tambahan, terdiri dari :
a. Pencabutan hak-hak
tertentu,
b. Perampasan barang-barang
tertentu,
c. Pengumuman putusan hakim.
Suatu ancaman hukuman akan dapat menahan manusia untuk
melaksanakan kejahatan, yakni ancaman yang bersifat preventif. Apabila orang
telah mengetahui lebih dulu, bahwa ia akan mendapatkan hukuman, maka ia akan
takut melakukan perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum tindak pidana terhadap
tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata
penganiayaan tersebut banyak perbedaan diantara para ahli hukum dalam
memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang
lain. (satochid kartanegara : 509) Adapula yang memahami penganiayaan adalah
“dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus
dicantumkan dalam surat tuduhan” (Soenarto Soerodibroto, 1994: 211), sedangkan
dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana penganiayaan mempunyai unsur
sebagai berikut.
a.Adanya kesengajaan.
a.Adanya kesengajaan.
b.Adanya perbuatan.
c.Adanya akibat perbuatan (yang dituju),yakni :
1. Rasa sakit pada tubuh.
2. Luka pada tubuh.
Unsur pertama adalah berupa unsur
subjektif (kesalahan), unsur kedua dan ketiga berupa unsur objektif.
A. Kejahatan terhadap tubuh (Penganiayaan).
Kejahatan tindak pidana yang
dilakukan terhadap tubuh dalam segala perbuatan-perbuatannya sehinnga
menjadikan luka atau rasa sakit pada tubuh bahkan sampai menimbulkan kematian
bila kita lihat dari unsur kesalahannya, dan kesengajaannya diberikan
kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), yang dimuat dalam BAB XX Buku
II, pasal 351 s/d 356. Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II,
Pasal 351 s/d 355 adalah sebagai beriku :
1.Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP.
2.Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP.
3.Panganiayaan berencana pasal 353
KUHP.
4.penganiayaan berat pasal 354 KUHP.
5.penganiayaan berat pasal 355 KUHP.
Dari beberapa
macam penganiayaan diatas kami mencoba untuk menjelaskaannya satu persatu :
1.Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan
ringan sebagai berikut:
a.
Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupih.
b. Jika
perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
c.
Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
d.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan
e. Percobaan
untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Kembali lagi dari arti sebuah
penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang melawan hukum, memang semuanya
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subyek hukum akan berakibat kepada
dirinya sendiri. Mengenai penganiayaan biasa ini merupakan suatu tindakan hukum
yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berari bahwa akibat
suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh
dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. yang menyebabkan rasa sakit, luka,
sehingga menimbulkan kematian. Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya yang
menimbulkan rasa sakit dikatakan sebuah penganiayaan.
Oleh karena mendapatkan perizinan dari pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru yang memukul anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya dan menyebabkan luka, tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penganiayaan, karena ia bermaksud untuk mendidik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapula timbulnya rasa sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan diatas ring seperti tinju, pencak silat, dan lain sebagainya. Tetapi perlu digaris bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas telah malampui batas yang telah ditentukan karena semuanya itu meskipun telah mendapatkan izin dari pemerintah ada peraturan yang membatasinya diatas perbuatan itu, mengenai orang tua yang memukili anaknya dilihat dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya. Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang dinamakan dengan “penganiayaan biasa”. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai tentang luka berat lihat pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini hanya sebagai akibat dari perbuatan penganiayaan itu.
Oleh karena mendapatkan perizinan dari pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru yang memukul anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya dan menyebabkan luka, tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penganiayaan, karena ia bermaksud untuk mendidik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapula timbulnya rasa sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan diatas ring seperti tinju, pencak silat, dan lain sebagainya. Tetapi perlu digaris bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas telah malampui batas yang telah ditentukan karena semuanya itu meskipun telah mendapatkan izin dari pemerintah ada peraturan yang membatasinya diatas perbuatan itu, mengenai orang tua yang memukili anaknya dilihat dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya. Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang dinamakan dengan “penganiayaan biasa”. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai tentang luka berat lihat pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini hanya sebagai akibat dari perbuatan penganiayaan itu.
Mengenai tindakan hukum ini yang
akan diberikan kepada yang bersalah untuk menentukan pasal 351 KUHP telah
mempunyai rumusan dalam penganiayaan biasa dapat di bedakan menjadi:
a. Penganiayaan biasa yang tidak
menimbulkan luka berat maupun kematian
b. Penganiayaan yang mengakibatkan
luka berat
c. Penganiayaan yang mengakibatkan
kematian
d. penganiayaan yang berupa
sengaja merusak kesehatan.
2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUPH
Disebut penganiayaan ringan Karena penganiayaan ini tidak
menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan si korban tidak bisa
menjalankan aktivitas sehari-harinya. Rumusan dalam penganiayaan ringan telah
diatur dalam pasal 352 KUHP sebagai berikut:
a. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan,
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi
bawahannya.
b. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Melihat pasal 352 ayat (2) bahwa “percobaan melakukan kejahatan
itu (penganiyaan ringan) tidak dapat di pidana” meskipun dalam pengertiannya
menurut para ahli hukum, percobaan adalah menuju kesuatu hal, tetapi tidak
sampai pada sesuatu hal yang di tuju, atau hendak berbuat sesuatu dan sudah
dimulai akan tetapi tidak sampai selesai. Disini yang dimaksud adalah percobaan
untuk melakukan kejahatan yang bisa membahayakan orang lain dan yang telah
diatur dalam pasal 53 ayat (1). Sedangkan percobaan yang ada dalam penganiyaan ini
tidak akan membahayakan orang lain.
3. Penganiyaan berencarna pasal 353 KUHP
Pasal 353 mengenai penganiyaan berencana merumuskan sebagai
berikut :
a. Penganiayaan dengan berencana lebih dulu, di
pidana dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
b.
Jika perbutan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah di pidana dengan pidana penjara palang lama tujuh tahun
b. Jika
perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Menurut Mr.M.H. Tiirtamidjaja
Menyatakan arti di rencanakan lebih dahul adalah : “bahwa ada suatu jangka waktu,
bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang”. Apabila
kita fahami tentang arti dari di rencanakan diatas, bermaksud sebelum melakukan
penganiayaan tersebut telah di rencanakan terlebih dahulu, oleh sebab
terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu (meet voor bedachte rade) sebelum
perbuatan dilakukan, direncanakan lebih dulu (disingkat berencana), adalah
berbentuk khusus dari kesengajaan (opzettielijk) dan merupakan alas an pemberat
pidana pada penganiayaan yang bersifat subjektif, dan juga terdapat pada
pembunuhan berencana (340). Pekataan berpikir dengan tenang, sebelum melakukan
penganiayaan, si pelaku tidak langsung melakukan kejahatan itu tetapi ia masih
berfikir dengan bating yang tenang apakah resiko/akibat yang akan terjadi yang
disadarinya baik bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si pelaku sudah
berniat untuk melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan kehendaknya yang telah
menjadi keputusan untuk melakukannya. Maksud dari niat dan rencana tersebut
tidak di kuasai oleh perasaan emosi yang tinggi, was-was/takut, tergesa-gesa
atau terpaksa dan lain sebagainya.
Penganiayaan berencana yang telah
dijelaskan diatas dan telah diatur dala pasal 353 apabila mengakibatkan luka
berat dan kematian adalah berupa faktor/alas an pembuat pidana yang bersifat
objektif, penganiayaan berencana apabila menimbulkan luka berat yang di
kehendaki sesuai dengan (ayat 2) bukan disebut lagi penganiayaan berencana
tetapi penganiayaan berat berencana (pasal 355 KUHP), apabila kejahatan
tersebut bermaksud dan ditujukan pada kematian (ayat 3) bukan disebut lagi
penganiayaan berencana tetapi pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).
4. Penganiayaan berat pasal 354 KUHP.
Penganiayaan berat dirumuskan dalam pasal 354 yang rumusannya
adalah sebgai berikut:
a. Barang siapa
sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena melakukan
penganiayaan berat
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
b. Jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun. Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau
dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan
dengan sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana
yaitu: pebuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alas an diadakan
larang itu dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum. Ketiga unsur diatas harus
disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana, seorang
jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah yang telah dilakukan oleh seorang
terdakwah dan ia harus menyebukan pula tuduhan pidana semua unsur yang
disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana. Apabila
dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus
ditujukan baik tehadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun
terhadap akibatnya, yakni luka berat. Mengenai luka berat disini bersifat
abstrak bagaimana bentuknya luka berat, kita hanya dapat merumuskan luka berat
yang telah di jelaskan pada pasal 90 KUHP sebagai berikut:
Luka berat berarti : Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian. Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra. Mendapat cacat besar. Lumpuh (kelumpuhan). Akal (tenaga faham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu.
Luka berat berarti : Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian. Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra. Mendapat cacat besar. Lumpuh (kelumpuhan). Akal (tenaga faham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu.
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. Pada pasal 90
KUHP diatas telah dijelaskan tentang golongan yang bisa dikatakan sebagi luka
berat, sedangkan akibat kematian pada penganiayaan berat bukanlah merupakan
unsur penganiayaan berat, melainkan merupakan faktor atau alasan memperberat
pidana dalam penganiayaan berat.
5. Penganiayaan berat berencana pasal 355 KUHP.
Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam pasal 355 KUHP yang rumusannya
adalah sebagai berikut :
a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan
rencana terlebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
b.
Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun. Bila kita lihat penjelasan yang telah ada
diatas tentang kejahatan yang berupa penganiayaan berencana, dan penganiayaan
berat, maka penganiayaan berat berencana ini merupakan bentuk gabungan antara
penganiayaan berat (354 ayat 1) dengan penganiyaan berencana (pasal 353 ayat
1), dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam penganiayaan
berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara
serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus
terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.
BAB III
KESIMPULAN
Penganiayaan adalah “Dengan
sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan
dalam surat tuduhan” Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II, pasal 351s/d
355 adalah sebagai beriku:
1
Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP Penganiayaan biasa bisa menimbulkan luka
berat pasal 90 dan menyebabkan kamatian dan
ini diancam hukuman lebih berat
2 Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP Tidak menimbulkan luka baik luka ringan atau
2 Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP Tidak menimbulkan luka baik luka ringan atau
luka berat sehingga tidak mengganggu
kesehatan dan pekerjaan jabatan atau pakerjaan
sahari-hari
3 Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP Sebelum melakukan
penganiayaan ada
unsur direncanakan
terlebih dahulu
4 Penganiayaan berat pasal 354 KUHP Penganiayaan yang menyebabkan
luka berat
pasal 90 KUHP
5 Penganiayaan berat pasal 355 KUHP Merupakan penganiayaan
gabungan antara
penganiayaan berencana dan
penganiayaan berat dan dilakukan secara bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Iandonesia
(Bandung; Eresco, 1989). Leden Marpaung Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh
(Jakarta; Sinar Grafika,2002). Moeljatno, Aszs-Asas Hukum Pidana (Jakarta;
Renika Cipta,2002).
R.Roesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Umum Dan Delik-Delik Khusus (Bandung:
Karya Nusantara, 1984). Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Pidana (Jakarta;
Fasco, 1995), 42 ……..Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa ( ).
R. Sugandhi, KUHP dan
penjelasannya (Surabaya; Usaha Nasional, 1981)Andi Hamzah, Asas-asas hukum p
ga yakin nih makalah harta benda GEJE nyesal q mampir blog ini
BalasHapus